Selasa, 09 September 2008

Lampu Merah Harapan

Medan selalu punya cerita, kali tentang lampu lalu lintas yang baru dipasang.
Dari modelnya, tidak ada yang istimewa, lampu lalu lintas itu sama seperti lampu lalu lintas yang sudah ada, masih dengan warna merah, hijau dan kuning, hanya saja kali ini lampu jalan tersebut telah dilengkapi dengan alat penghitung waktu.

Ada pelajaran yang menarik dari lampu lalu lintas baru itu, sesuatu yang cukup menggelitik.
Pertama, sejak lampu lalu lintas itu terpasang, saya lebih santai membawa mobil, saya tahu kapan harus mulai menginjak rem, dan kapan harus mulai menginjak pedal gas, tak ada yang tiba-tiba. (memang dari dulu juga ada lampu kuning yang menandai pertukaran warna dari hijau ke merah, tapi sekarang lebih jelas karena ada hitungan count down yang menandai kedatangannya)


Lalu, apa hubungannya dengan pembelajaran pertama ini?
Masa depan, ya, masa depan adalah sesuatu yang tidak terditeksi keadaanya, kita tak tahu kapan datangnya hari baik (hijau) dan kapan datangnya hari buruk (merah), mungkin kita ada petanda akan datangnya petaka (kuning), tapi tetap tidak bisa kita pastikan dengan tepat kapan datangnya. (Kecuali, “SANG PENCIPTA” lampu lalu lintas tersebut)
Kehadiran alat penghitung waktu membuat saya tidak perlu mengerem mobil secara mendadak, tidak juga harus diingatkan ketika lampu hijau sudah menyala kembali. Tapi, pada kehidupan nyata, alat itu tetaplah tersembunyi dan tidak pernah ditemukan, kerinduan kita atas alat tersebut sering kita lampiaskan dengan mencari “orang pintar” yang tahu kapan waktu-waktu istimewa itu datang (Makanya, sekarang ahli ramal laku keras di negara kita, iklan di media elektronika dan media cetak muncul menjawab kebutuhan itu, sekarang malah diramaikan lewat SMS, belum tentu mereka dapat meramal masa depan orang lain, bahkan untuk diri mereka sendiri saja tetap misteri)
Saya memilih untuk tetap menjadikannya sebagai “RAHASIA ALAM”, yang perlu kita lakukan hanya selalu waspada memperhatikan setiap detik berlalu, waspada memperhatikan langkah kita, mengamati fenomena-fenomena perubahan dan siap menerima perubahan tersebut.

Hidup seperti lampu lalu lintas yang selalu berubah warna, dari merah, hijau dan kuning, lalu kembali ke merah, hijau dan kuning dan seterusnya. Kewaspadaan adalah kunci yang akan membuat kita tetap survival dalam kehidupan ini, kita tidak perlu alat penghitung waktu itu. (Walaupun dalam berlalu lintas di jalan raya, saya masih merasa nyaman dengan kehadirannya), semuanya tergantung kita, walaupun ada alat tersebut, jika kita tetap melanggarnya dengan menerobos lampu merah, kita juga akan celaka.

Kedua, saya ternyata lebih sabar menanti kedatangan lampu hijau setelah adanya alat penghitung waktu itu, bahkan ketika lampu merah saya masih sempat mencari-cari channel radio yang menarik untuk didengar (dan dilakukan dengan santai dan tidak tergesa-gesa)

Apa yang sebenarnya terjadi?
Jawabannya adalah HARAPAN, kita tahu bahwa lampu merah akan segera berubah menjadi lampu hijau, demikian juga dalam kehidupan sehari-hari, kita tahu bahwa setiap kesulitan akan berakhir, badai pasti akan berlalu, tapi yang tidak kita tahu adalah KAPAN itu akan terjadi.
Sebelumnya, ketika kita dihadang dengan lampu merah, kita kadang menjadi orang yang tidak sabar, setelah menunggu sesaat, kita sering menerobos lampu merah tersebut walaupun kita tahu resiko yang akan kita hadapi nanti.
Kenapa? Kita kadang frustasi dalam menunggu (seperti menunggu lampu merah berlalu), kita tahu semua itu akan berlalu, hanya kita tak tahu kapan, sehingga kita sering merasa waktu itu berlalu begitu lamban, sementara batas kemampuan kita telah terkikis hampir habis. Kita takut kalau-kalau lampu merah itu rusak, sehingga kita akan terhadang lebih lama di bawah lampu merah, bahkan mungkin SELAMANYA.
Dengan adanya alat penghitung itu, kita tahu lampu merah itu berjalan semestinya, kita tahu lampu hijau akan segera menyala, waktu kedatanganya tertulis dengan jelas, HARAPAN menjadi begitu nyata dan akan segera tiba.
Tekanan dalam kehidupan ini kadang membuat kita frustasi, kita merasa kehadirannya begitu lama, kita takut kalau sistem alam ini telah rusak, kita takut lampu merah kehidupan kita terus menyala untuk kita, akibatnya kita sering melakukan tindakan bodoh, bunuh diri misalnya.
Dan kerinduan akan kehadiran alat penghitung waktu itu kembali kita lampiaskan dengan mencari “orang pintar” yang dapat segera menghalau masa gelap itu melalui ritual-ritualnya. (kita merasa system alam harus diperbaiki, dibelokan secara instant, dan seketika hidup kita cerah kembali)
Sekali lagi, saya memilih untuk menjalani “Masa Percobaan” itu, biarkan hukum alam yang bekerja, yang perlu kita lakukan adalah memperkuat diri selama masa percobaan, memperkaya mental, mendirikan kuda-kuda yang kokoh, sehingga ketika masa percobaan itu berlalu kita siap untuk bangkit menjadi Raksasa yang tak terkalahkan. (Tidak juga dengan cara pasrah tanpa melakukan apa-apa, karena kita tidak akan siap ketika lampu hijau menyala kembali, dan kita akan tertinggal jauh karena ketidaksiapan kita tersebut)

Ternyata lampu lalu lintas baru juga dapat menjadi sumber pembelajaran hidup, ternyata “MAWAS DIRI” memperhatikan perubahan warna lampu lalu lintas menjadikan kita survival dalam kehidupan ini, dan lampu merah tidak lagi menjadi momok untuk kita, tapi dibalik itu, ada “HARAPAN” untuk menjadi “BESAR”


Salam Sukses Selalu

Tidak ada komentar: