Selasa, 09 September 2008

Lampu Merah Harapan

Medan selalu punya cerita, kali tentang lampu lalu lintas yang baru dipasang.
Dari modelnya, tidak ada yang istimewa, lampu lalu lintas itu sama seperti lampu lalu lintas yang sudah ada, masih dengan warna merah, hijau dan kuning, hanya saja kali ini lampu jalan tersebut telah dilengkapi dengan alat penghitung waktu.

Ada pelajaran yang menarik dari lampu lalu lintas baru itu, sesuatu yang cukup menggelitik.
Pertama, sejak lampu lalu lintas itu terpasang, saya lebih santai membawa mobil, saya tahu kapan harus mulai menginjak rem, dan kapan harus mulai menginjak pedal gas, tak ada yang tiba-tiba. (memang dari dulu juga ada lampu kuning yang menandai pertukaran warna dari hijau ke merah, tapi sekarang lebih jelas karena ada hitungan count down yang menandai kedatangannya)


Lalu, apa hubungannya dengan pembelajaran pertama ini?
Masa depan, ya, masa depan adalah sesuatu yang tidak terditeksi keadaanya, kita tak tahu kapan datangnya hari baik (hijau) dan kapan datangnya hari buruk (merah), mungkin kita ada petanda akan datangnya petaka (kuning), tapi tetap tidak bisa kita pastikan dengan tepat kapan datangnya. (Kecuali, “SANG PENCIPTA” lampu lalu lintas tersebut)
Kehadiran alat penghitung waktu membuat saya tidak perlu mengerem mobil secara mendadak, tidak juga harus diingatkan ketika lampu hijau sudah menyala kembali. Tapi, pada kehidupan nyata, alat itu tetaplah tersembunyi dan tidak pernah ditemukan, kerinduan kita atas alat tersebut sering kita lampiaskan dengan mencari “orang pintar” yang tahu kapan waktu-waktu istimewa itu datang (Makanya, sekarang ahli ramal laku keras di negara kita, iklan di media elektronika dan media cetak muncul menjawab kebutuhan itu, sekarang malah diramaikan lewat SMS, belum tentu mereka dapat meramal masa depan orang lain, bahkan untuk diri mereka sendiri saja tetap misteri)
Saya memilih untuk tetap menjadikannya sebagai “RAHASIA ALAM”, yang perlu kita lakukan hanya selalu waspada memperhatikan setiap detik berlalu, waspada memperhatikan langkah kita, mengamati fenomena-fenomena perubahan dan siap menerima perubahan tersebut.

Hidup seperti lampu lalu lintas yang selalu berubah warna, dari merah, hijau dan kuning, lalu kembali ke merah, hijau dan kuning dan seterusnya. Kewaspadaan adalah kunci yang akan membuat kita tetap survival dalam kehidupan ini, kita tidak perlu alat penghitung waktu itu. (Walaupun dalam berlalu lintas di jalan raya, saya masih merasa nyaman dengan kehadirannya), semuanya tergantung kita, walaupun ada alat tersebut, jika kita tetap melanggarnya dengan menerobos lampu merah, kita juga akan celaka.

Kedua, saya ternyata lebih sabar menanti kedatangan lampu hijau setelah adanya alat penghitung waktu itu, bahkan ketika lampu merah saya masih sempat mencari-cari channel radio yang menarik untuk didengar (dan dilakukan dengan santai dan tidak tergesa-gesa)

Apa yang sebenarnya terjadi?
Jawabannya adalah HARAPAN, kita tahu bahwa lampu merah akan segera berubah menjadi lampu hijau, demikian juga dalam kehidupan sehari-hari, kita tahu bahwa setiap kesulitan akan berakhir, badai pasti akan berlalu, tapi yang tidak kita tahu adalah KAPAN itu akan terjadi.
Sebelumnya, ketika kita dihadang dengan lampu merah, kita kadang menjadi orang yang tidak sabar, setelah menunggu sesaat, kita sering menerobos lampu merah tersebut walaupun kita tahu resiko yang akan kita hadapi nanti.
Kenapa? Kita kadang frustasi dalam menunggu (seperti menunggu lampu merah berlalu), kita tahu semua itu akan berlalu, hanya kita tak tahu kapan, sehingga kita sering merasa waktu itu berlalu begitu lamban, sementara batas kemampuan kita telah terkikis hampir habis. Kita takut kalau-kalau lampu merah itu rusak, sehingga kita akan terhadang lebih lama di bawah lampu merah, bahkan mungkin SELAMANYA.
Dengan adanya alat penghitung itu, kita tahu lampu merah itu berjalan semestinya, kita tahu lampu hijau akan segera menyala, waktu kedatanganya tertulis dengan jelas, HARAPAN menjadi begitu nyata dan akan segera tiba.
Tekanan dalam kehidupan ini kadang membuat kita frustasi, kita merasa kehadirannya begitu lama, kita takut kalau sistem alam ini telah rusak, kita takut lampu merah kehidupan kita terus menyala untuk kita, akibatnya kita sering melakukan tindakan bodoh, bunuh diri misalnya.
Dan kerinduan akan kehadiran alat penghitung waktu itu kembali kita lampiaskan dengan mencari “orang pintar” yang dapat segera menghalau masa gelap itu melalui ritual-ritualnya. (kita merasa system alam harus diperbaiki, dibelokan secara instant, dan seketika hidup kita cerah kembali)
Sekali lagi, saya memilih untuk menjalani “Masa Percobaan” itu, biarkan hukum alam yang bekerja, yang perlu kita lakukan adalah memperkuat diri selama masa percobaan, memperkaya mental, mendirikan kuda-kuda yang kokoh, sehingga ketika masa percobaan itu berlalu kita siap untuk bangkit menjadi Raksasa yang tak terkalahkan. (Tidak juga dengan cara pasrah tanpa melakukan apa-apa, karena kita tidak akan siap ketika lampu hijau menyala kembali, dan kita akan tertinggal jauh karena ketidaksiapan kita tersebut)

Ternyata lampu lalu lintas baru juga dapat menjadi sumber pembelajaran hidup, ternyata “MAWAS DIRI” memperhatikan perubahan warna lampu lalu lintas menjadikan kita survival dalam kehidupan ini, dan lampu merah tidak lagi menjadi momok untuk kita, tapi dibalik itu, ada “HARAPAN” untuk menjadi “BESAR”


Salam Sukses Selalu

Rabu, 03 September 2008

Hanya Satu saja

Inilah yang mungkin ada di benak kita setiap kali kita dihadapan pada keberanian untuk melakukan perubahan. “Hanya aku saja yang berubah, apalah artinya”

Ada satu ilustrasi kecil yang mungkin dapat menjawab tanggapan tersebut, saya pernah memaparkan hal tersebut di sela ceramah saya di sebuah diskusi.

Jika Ada 10 orang yang diminta untuk memindahkan sebuah meja kaca dengan ukuran standart 6 tempat duduk, maka kerja tersebut terasa ringan, bahkan terlampau ringan. Dan jika kita termasuk salah satu di antara 10 orang tersebut, di benak kita segera muncul “Untuk apa tenaga 10 orang untuk mengangkat meja itu” lalu mungkin dilanjutkan dengan pemikiran “Kalau saya pura-pura mengangkatnya, tenaga Sembilan orang saja pasti lebih dari cukup untuk mengangkat meja kecil itu”. Ketika meja terangkat ke atas, apabila pemikiran semacam itu muncul, mungkin pekerjaan itu akan mulus berjalan, tapi yang tidak kita sadari dan tidak kita antisipasi adalah ternyata semua berpikiran seperti itu pada saat yang bersamaan, Apa yang terjadi?
Meja kaca itu akan hancur berantakan.

Kita sering meremehkan kekuatan 1 orang, 1 suara, 1 detik atau 1 miligram. Tapi, disadari atau tidak, tanpa 1 suara sebuah keputusan besar mungkin tidak akan terwujud, dan tanpa 1 miligram, 1 kg tetaplah bukan 1 kg, ukurannya hanya 0,999999 kg.
Jika titik didih air pada suatu tempat adalah 100 derajat celcius, maka tanpa 1 derejat celcius saja air tidak akan mendidih.

Suatu saat, ketika kita menginginkan perubahan, maka perubahan itu harus kita mulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu, walau hanya satu (diri kita sendiri). Tanpa perubahan dari diri kita sendiri, perubahan besar yang lain tidak akan terwujud.
Jika kita ingin Negara ini bersih, maka terlebih dahulu kita harus bersih.
Bayangkan, apa yang terjadi jika kita berpikiran sama “Walau hanya aku saja yang melakukannya, tetap akan aku lakukan demi perubahan yang lebih baik”
Sungguh indah bukan?

Salam Sukses Selalu

Belajar Kungfu (dari) Panda (III)

Martial Art adalah sesuatu yang menarik untuk dipelajari, lebih menarik lagi jika kita mempelajarinya dari seekor PANDA besar bernama Po di Valley of Peace.

Dan pelatihan pun dapat kita mulai......

THE SECRET IS NOT A SECRET

Setelah menjalani serangkai latihan berat, saatnya bagi Po menerima gulungan yang memuat rahasia dari The Dragon Warrior, ketika gulungan itu dibuka, ternyata Po tidak menemukan tulisan apapun di dalam gulungan tersebut. Gulungan itu hanya berupa lempangan logam yang memantulkan wajahnya. Sejenak ia kecewa dan muncul keraguan, kalau-kalau ida tak dapat mengalahkan sang Leopard Salju yang jahat, kalau-kalau ia memang hanya cocok menjadi seorang penjual mie.
Sampai akhirnya ia menemukan Pencerahannya....
Melihat dalam-dalam gulungan itu, pantulan wajah Po akhirnya berkata bahwa rahasia itu ternyata terletak dari dalam diri Po sendiri dan Po menemukan kembali jati dirinya.

Kita sering mencari kekuatan-kekuatan yang berada di luar diri kita untuk menopang diri kita (praktek mencari dukun, ahli nujum, ahli primbon dan sejenisnya adalah salah satu bentuk ketidakyakinan diri kita terhadap kekuatan diri kita sendiri)
Kita semua tahu, rahasia menuju kesuksesan (yang sebenarnya bukan rahasia lagi), yaitu kekuatan dari dalam diri kita sendiri. Diri kita sendirilah yang mampu membuat kita berhasil dalam mengarungi lautan kehidupan ini.
Saya kembali teringat sebuah memory lama ketika masih di bangku Sekolah Menengah Atas di kota Medan, waktu itu salah seorang temanku adalah juara umum di angkatan kami. Seperti biasa, kami mengikuti kegiatan lari di lapangan olahraga, usai berolahraga sang juara umum ini kelihatan sangat gelisah, ada kecemasan luar biasa yang terpancar dari raut mukanya. Ketika kami tanya, ternyata ia kehilangan JIMATnya(dalam arti sebenarnya) ketika sedang berolahraga, dan jimat itu adalah pemberian orang pintar, ia takut dengan hilangnya jimat itu akan mempengaruhi dirinya dalam mempertahankan sabuk juara umumnya, ia takut dengan hilangnya jimat itu akan mempengaruhi kesehatan dan keselamatan dirinya.


Nyatanya....
Teman saya ini tetap juara umum, dan bahkan hari ini ia telah menjadi salah satu dokter di Malaysia.
Lalu, JIMAT itu mungkin seperti Gulungan rahasia itu, kalau saja kita membuka JIMAT tersebut, kita mungkin akan menemukan pantulan wajah kita di sana, kekuatan sesungguhnya dari seorang Dragon Warrior yang tersembunyi dalam diri kita sendiri.
Saatnya untuk membangkitkan ENERGI dari Sang Juara dan itu dimulai dari diri kita sendiri.


HAPPY ENDING
Satu rangkaian cerita telah berjalan mengikuti alurnya, akhirnya Po, si Panda besar berhasil mengalahkan Tai Lung dalam pertarungan yang melelahkan.
Dan Valley of Peace pun kembali dalam kedamaian.

Setiap cerita tentu ada akhirnya (sekaligus permulaan bagi yang baru), demikian juga hidup ini, tidak ada yang kekal (yang kekal adalah ketidakkekalan itu sendiri), setiap peristiwa yang diawali tentu akan diakhirnya.

Ada dua pembelajaran sebagai penutup dalam cerita ini:
1. Pada Saat kita menghadapi kesulitan dan problem
Karena setiap cerita pasti ada akhirnya, maka bagaimanapun kesulitan kita, semua pasti akan usai juga, yang perlu kita lakukan adakan mengasah diri kita agar lebih kuat dan kokoh, dan kita akan tumbuh sebagai Naga setelah cobaan itu telah kita lalui.
2. Pada Saat kita mendapat kejayaan
Karena setiap cerita pasti ada akhirnya, maka bagaimanapun kejayaan yang kita dapatkan, kita jangan sampai lengah dan bersombong diri, kita harus siap kalau-kalau lampu kita mulai redup, sehingga ketika cobaan itu datang, kita telah siap melaluinya.

Dan akhirnya kita juga dapat menaklukkan Tai Lung, Sang Leopard Salju (yang sebenarnya juga diri kita sendiri)

Belajar Kungfu (dari) Panda (II)

Martial Art adalah sesuatu yang menarik untuk dipelajari, lebih menarik lagi jika kita mempelajarinya dari seekor PANDA besar bernama Po di Valley of Peace.

Dan pelatihan pun dapat kita mulai......

LAHIRNYA THE CHOSEN ONE (DRAGON WARRIOR)
Setelah isu munculnya kembali Sang Leopard salju bergema, sesepuh Kura-kura pun segera melakukan pemilihan Dragon Warrior. Mulailah para kandidat menunjukkan kebolehannya, Master Tigress, Master Monkey, Master Viper, Master Crane dan Master Mantis tampil memukau penonton. Tapi di tengah acara itu, malah si Panda besar, Po terpilih sebagai The Chosen One. (Yang sama sekali tidak memiliki kemampuan Kungfu)
Menjadi seorang Pejuang ternyata tidak harus dari golongan tertentu, siapapun dapat menjadi The Chosen One, bahkan jika ia berasal dari anak penjual mie di Valley of Peace seperti Po.

Saya teringat akan cerita seorang anak yang melihat balon-balon yang dilepaskan ke udara.
Suatu hari, ia melihat seorang penjual balon melepaskan balon-balon itu ke angkasa, ketika balon merah dilepaskan, balon itu segera membumbung naik ke atas, diikuti warna biru, hijau, kuning dan putih. Setelah balon-balon itu beriringan naik ke angkasa, ternyata di tangan sang penjual masih ada sebuah balon berwarna HITAM. Anak itu bertanya-tanya, akankah si Hitam juga akan mengikuti warna-warna yang lain membumbung tinggi ke angkasa?
Dan Ternyata, ketika balon Hitam dilepas, si Hitam juga bergerak naik ke angkasa. Si anak bertanya kepada penjual balon itu kenapa si Hitam dapat naik ke langit. Sang Penjual lalu berkata “Kenapa tidak? Bukankah si Hitam juga adalah balon yang diisi gas yang sama, yang membuat balon itu naik ke angkasa bukanlah warnanya tapi karena gas yang ada dalam balon tersebut”

Apakah kita sering merasa diri kita adalah Si Hitam yang enggan bergerak naik ke angkasa?
Siapa pun dia, ketika kita terlahir sebagai anak manusia, sesungguhnya kita sudah menjadi pemenang, kita telah berhasil bersaing dengan jutaan sel lainnya di janin ibu sebelum akhirnya kita dilahirkan.
Saat ini, kita sebenarnya THE CHOSEN ONE, apapun warna kulit kita, apapun suku kita, apapun agama kita, apapun status sosial kita, keberhasilan kita ditentukan oleh potensi-potensi yang terdapat dalam diri kita.
Si Po, anak penjual mie dapat terpilih menjadi The Chosen One, Kita pun tentunya dapat menjadi Sang Dragon Warrior.

MOTIVASI
Setelah Po terpilih menjadi calon Dragon Warrior, mulailah Po menjalani serangkai latihan untuk menghadapi kedatangan Tai Lung, si Snow Leopard. Tubuhnya yang besar dan lamban membuat sang guru Shifu kehilangan asa dalam mendidik Panda ini. (Lima pendekar yang lain menganggap sesepuh Kura-kura telah salah pilih, bahkan Po sendiri juga menggap demikian)
Sampai pada suatu saat, Sang guru Shifu melihat Po sedang mengacak-acak ruang dapur untuk mencari makanan, dan Blink! Pencerahan pun didapat. Guru Shifu segera meminta Po mengambil makanan yang disimpan Monyet emas di atas lemari, ternyata dengan enteng Po berhasil mencapainya dan menghabiskan makanannya. Ketika ia ditanya bagaimana ia dapat melakukannya, Po hanya mengatakan “Saya melakukannya begitu saja”
Blink ! Blink ! Blink! Ketika Po lapar, Po dapat melakukan apa saja, itulah MOTIVASInya.
Akhirnya dengan mengandalkan makanan yang ada, Guru Shifu berhasil mengajari Po, yang sebelumnya dianggap tidak dapat diharapkan bahkan oleh dirinya sendiri.

Kembali ke dunia nyata, atas nama kesuksesan kita perlu menemukan sebuah tombol yang namanya MOTIVASI, ketika tombol itu ditemukan kita akan bergerak dengan energik.
Mungkin bagi sebagian orang motivasinya adalah Keuangan, mungkin juga Cinta atau Keluarga, Jabatan, Penghargaan dan sebagainya, tapi pada tahun 1999 motivasi saya pada saat itu adalah untuk bertahan hidup.
Ketika Kebangkrutan melanda keluarga kami pada tahun 1999, kami harus kehilangan segalanya, rumah berikut isi-isinya harus kami relakan semua. Dulu ketika orang tua kami berjaya, saya kemana-mana dengan mobil, tapi setelahnya saya harus cukup puas dengan si roda dua (yang kemudian juga hilang dimalingi pada tahun yang sama). Keinginan untuk bertahan hidup dan kembali berjaya membuat saya tergerak untuk terus maju ke depan.
Cinta kepada Keluarga adalah salah satu motivasi yang paling ampuh dalam mengejar cita-cita kita.
Jika kita ditanya “Apakah Anda mencintai keluarga dan akan melakukan apa saja untuk keluarga?”
Saya yakin kita semua akan menjawab “Iya, saya mencintai keluarga dan akan melakukan apa saja untuk keluarga”
Adalah sangat memalukan dan tidak bertanggungjawab seandainya sampai saat ini kita masih tidak berusaha keras untuk mensejahterakan keluarga kita lahir dan bathin. (Terlepas apakah kita telah berhasil atau belum)
JADI, TEMUKAN TOMBOL MOTIVASI ANDA.

Selasa, 02 September 2008

Belajar Kungfu (dari) Panda (I)

Martial Art adalah sesuatu yang menarik untuk dipelajari, lebih menarik lagi jika kita mempelajarinya dari seekor PANDA besar bernama Po di Valley of Peace.

Dan pelatihan pun dapat kita mulai......

RAMALAN MENJADI KENYATAAN
Cerita ini diawali dengan ramalan dari Sesepuh, Sang Kura-kura akan kemunculan kembali Snow Leopard, Tai Lung sang Tirani yang akan mengancam keselamatan desa Valley of Peace.
Mendengar ramalan itu, guru Shifu seperti kebakaran jenggot, ia segera memerintahkan si angsa untuk memastikan bahwa Sang Leopard Salju masih terkurung rapat dalam Penjara super ketat tersebut. Ternyata kedatangan sang angsa malah memberikan kesempatan bagi Leopard salju untuk membebaskan dirinya, Tai Lung berhasil melepaskan rantai yang membelenggunya dengan sehelai bulu angsa yang terlepas, dan akhirnya Tai Lung bebas setelah mengalahkan ribuan Rhino yang menjaga penjara super ketat itu.
Ramalan Sang Sesepuh kura-kura pun menjadi KENYATAAN.

Hal ini menarik karena dalam kehidupan sehari-hari kita menjumpai hal yang sama terjadi pada diri kita, pengalaman pribadi ini mungkin salah satunya.

Peristiwa ini terjadi beberapa sebelum hari Valentine di tahun 1990an (saya tak ingat persis waktunya), Teddy begitu nama pria tampan ini (kebetulan pria ganteng ini adalah teman seangkatan saya di teknik sipil) diberitahukan untuk hati-hati pada hari itu, ada bahaya di jalan untuk shio kerbau. Demikianlah kira-kira kalimat yang tertulis di sebuah kalender Chinese, yang secara kebetulan dibacanya.
Sejenak, nyalinya tiba-tiba menciut, ia bahkan tak berani keluar ketika kami ajak untuk kumpul bersama di rumahku, dikuatkannya kembali pernyataan itu lewat mulutnya “SAYA TAK BOLEH KELUAR RUMAH, ADA BAHAYA UNTUK SHIO KERBAU, SAYA KHAN SHIO KERBAU”
Kadang-kadang Cinta memang bisa membuat orang memiliki keberanian kembali, dengan dorongan untuk memberikan hadiah untuk kekasihnya, akhirnya ia beranikan diri untuk keluar (Walau dengan scenario, ia cukup membawa kereta roda duanya ke rumah teman, temanku yang lain yang akan membawanya keliling mencari kado valentine tersebut).

Lalu apa yang terjadi selanjutnya?
Si Teddy benar-benar terjatuh, ia terluka cukup serius karenanya.
Pada saat kami kunjungi, ia berkata “RAMALAN DI KALENDER ITU TERNYATA JITU, SAYA MEMANG TIDAK BOLEH KELUAR, BUKTINYA SAYA TERJATUH KARENA TIDAK MENGINDAHKANNYA”

Waktu kembali berlalu, tepatnya setahun yang lalu, ketika si Teddy menemuiku dan memperkenalkan sebuah buku dahsyat berjudul “THE SECRET” karya Rhonda Byrne, segera Teddy mencabut pernyataan lamanya dan mendeklarasikan penyataan barunya, katanya “Saya baru teringat sekarang, dulu ketika saya terjatuh, semua ini karena kekuatan pikiran saya, saya menarik kejadian itu dengan pikiran saya”

Saya lebih setuju dengan pernyataannya yang kedua kalinya, Law of Attraction telah membawa kejadian itu menimpanya. Ketika pikiran kita memakluminya, pikiran kita segera menciptakan keinginan alam bawah sadar kita menjadi KENYATAAN.
Semua ini terjadi atas dasar Keinginan kita sendiri, dan Ramalan pun menjadi Kenyataan.
Jadi, mari kita pikirkan hal-hal yang indah dan membahagiakan, karena pikiran kita akan segera menarik KEBAHAGIAAN dalam hidup ini.


SEMUA BERAWAL DARI MIMPI
Sementara itu, di sebuah rumah makan mie di Valley of Peace, terlihat seekor panda besar sedang tertidur dengan lelapnya. Po namanya, dalam tidurnya ia bermimpi menjadi seorang pendekar yang hebat, yang mengalahkan setiap musuh-musuhnya. Ketika Po terbangun, ia kembali ke dunia nyata sebagai seorang anak dari penjual mie di desa tersebut. Lalu ia berkata “Sepertinya saya sudah menemukan impian saya” (Akhinya Po memang berhasil menjadi seorang Dragon-Warrior, menjadi pendekar yang mengalahkan penjahat Tai Lung)
Mimpi Po akhirnya membawanya menjadi Dragon Warrior

Kreasi-kreasi besar selalu muncul dan bermuara dari Impian, ketika Wright bersaudara menciptakan pesawat terbang untuk pertama sekalinya, mereka juga bermimpi suatu saat dapat terbang ke angkasa seperti burung. Impian besar mereka akhirnya membawa nama mereka melambung tinggi. Penerbangan itu hanya berlangsung 12 detik,"Lapor Orville Wright. "Walaupun begitu, inilah penerbangan pertama dalam sejarah dunia, ketika sebuah mesin yang membawa manusia telah mengangkat dirinya dengan dayanya sendiri ke udara dengan benar-benar terbang, dan melayang maju tanpa berkurang kecepatannya, serta akhirnya mendarat di satu titik yang sama tingginya dengan titik berangkatnya."
Lalu, ketika kita dihadapkan pada hidup kita sendiri, apakah kita telah memiliki mimpi-mimpi besar yang ingin kita wujudkan?
Karena impian akan membuat kita memiliki Goal (Tujuan) dan arah.
Ironisnya, banyak di antara kita yang untuk bermimpi saja tak berani, padahal biaya untuk bermimpi itu adalah GRATIS, kita tidak mengeluarkan satu sen pun memunculkan impian-impian dalam benak kita. Ironisnya lagi, ketika impian kecil dan impian besar sama-sama free of charge, kita malah tak berani untuk bermimpi BESAR.

Saatnya bagi kita untuk BERMIMPI BESAR, sebesar YANG SANGGUP KITA PIKIRKAN.
Dan ketika Mimpi-mimpi indah itu telah muncul di benak kita, yang diperlukan berikutnya adalah Tekad dan Keberanian untuk menwujudkannya menjadi Nyata.
(Lihat si Po yang hanya anak penjual mie, tapi ia berani bermimpi menjadi seorang pendekar. Dan kita pun dapat belajar darinya, belajar bermimpi menjadi seorang Dragon-Warrior)


Senin, 01 September 2008

Golden Egg

Kalau Anda pernah ke kota Medan baru-baru ini, Anda mungkin pernah berjumpa dengan seorang anak lelaki penjual telur kampung, umurnya sekitar 10an tahun.
Anda mungkin akan mendengar deretan kata-kata yang selalu dilantunkannya dari hari ke hari, dari satu rumah makan ke rumah makan lainnya, dari satu warung ke warung yang lain.


“ Ko, Ci, ai be nui o? Cia ye, sui ye” (dalam bahasa hokkien medan), yang artinya “Abang, Kakak, mau beli telur ayam kampung? Yang asli, yang bagus” Lantunanya kata-katanya sekilas terdengar mengiba, diulangnya berkali-kali di hampir setiap meja yang dilaluinya.
Mungkin sepintas Anda akan mengira anak tersebut sengaja minta dikasihani, atau mungkin hanya seorang “pengemis” yang berkedok sebagai penjual telur ayam kampung. Tapi sungguh di luar dugaan jawaban yang Anda akan dapatkan jika Anda memberikan sejumlah uang kepadanya atas dasar kasihan. Ia akan menjawab “Saya bukan pengemis, saya adalah penjual telur ayam kampung” dan ia akan segera berlalu dari hadapan Anda.

Anda mungkin termasuk orang yang pernah mendapat jawaban seperti itu, mungkin juga baru kali ini Anda tahu masih ada anak seperti itu. (Walau saya belum pernah mengalami hal tersebut, setidaknya itulah pengakuan beberapa orang yang pernah mencoba membeli “rasa iba-nya”)
Sebuah DVD keluaran anak Medan berdurasi sekitar 40 menit mengangkat cerita tentang anak ini, beberapa poster ditempelkan pada sejumlah tempat makan, dipromosikan secara terbatas di beberapa sudut kota Medan. Moment yang dipilih pun bertepatan pada kedatangan Tahun Baru Imlek yang jatuh pada tanggal 7 Pebruari yang lalu.

Film itu dibuat dengan alur yang sederhana, dimainkan oleh beberapa anak muda kota Medan dan diberi judul yang cukup menjual “Golden Egg”
Yang akan dibahas kita saat ini bukanlah seberapa bagus cerita itu digarap, seberapa bagus kesan yang ingin dibangun di sana, atau seberapa bagus karakter yang coba dimainkan, tidak juga tentang seberapa bagus audio visualnya (karena Saya tidak dalam kapasitas menilai kwalitas film tersebut), yang justru akan kita bahas adalah hal-hal sederhana yang dapat kita pelajari di sana.

Hal sederhana pertama yang muncul di benak kita adalah “Apakah film itu hanya dibuat-buat, apa memang benar masih ada orang ( bahkan anak kecil) yang memiliki karakter setegar itu?”
Kita mungkin tidak akan pernah merasakan kenikmatan sebuah mangga sebelum kita sendiri yang mencicipinya.
Sebelumnya, saya sendiri pernah menjumpai anak tersebut, sempat bertanya sedikit tentang dirinya. Ia seperti anak pada umumnya, hanya mungkin tidak seberuntung anak-anak Anda. Ia harus bekerja di malam hanya untuk membantu biaya pendidikannya sendiri di pagi hari.
Ironisnya kita, sebagai makhluk yang lebih dewasa bahkan tidak sanggup memberikan jawaban seperti yang diberikannya pada saat kita tercampak dalam kesulitan. (“Saya bukan pengemis, saya adalah penjual telur ayam kampung”)
Pada saat kita terjun ke dalam jurang derita, kita malah ingin tampil sebagai mahkluk yang paling menderita di dunia, yang perlu dikasihani, yang perlu diberi bantuan, seakan-akan itulah hak kita. Hak yang harus dituntut bahkan kalau perlu dengan kekerasan. Kita sering tampil sebagai seorang “pengemis”, bahkan lebih cenderung “pemeras”, karena kita kadang meminta dengan ngotot untuk dikasihani.
Tidak dengan anak ini, jawabannya telah menelanjangi kita. Dan mahluk berkarakter ini benar-benar ada, hadir sebagai seorang anak lelaki kecil pada UMUMnya.

Hal sederhana kedua adalah, setelah Film tersebut dipromosikan, dan menjadi buah bibir di beberapa sudut kota Medan, anak tersebut seakan jadi selebriti, dicari-cari dan ditunggu-tunggu kedatanganya, mereka juga ingin mencicipi telur kampung yang dijualnya. (Padahal mungkin saja, mereka dulu adalah termasuk orang-orang yang mencemoohkannya, meragukan keaslian telur ayam kampungnya, yang menolak untuk membelinya)
Pada saat Film sederhana ini diperbincangkan, secara ramai-ramai orang mulai “menanamkan Kebaikan” pada bocah kecil itu, masing-masing menonjolkan diri berapa banyak telur ayam kampung yang telah dibeli mereka. Seperti sebuah perlombaan, dengan moment start-nya adalah peluncuran Film itu.
Kenapa harus menunggu moment seperti itu, kalau memang hal sederhana itu dapat kita lakukan setiap saat, kapan saja dan di mana saja.
Setidaknya dengan adanya peristiwa ini kita dapat bercermin, setidaknya masih banyak “orang baik” yang mau menanamkan kebaikan.
Intinya, Tak ada kata terlambat untuk sebuah kebaikan.

Hal sederhana ketiga adalah bahwa di Medan ternyata ada orang yang berani memulai sebuah hal baru (terlepas apakah Film tersebut dinilai bagus atau tidak), ada sekelompok anak muda yang berani untuk tampil sebagai “Yang Pertama”, karena menjadi yang pertama tidaklah mudah, perlu satu perjuangan yang luar biasa (terutama perjuangan bathin), karena menjadi yang pertama, ia harus siap menghadapi kelompok “Pencemooh” yang jumlahnya bisa sangat banyak (Kehadiran kelompok kritikus ini sebenarnya bagus untuk kemajuan, asal mereka juga harus berani memberikan input yang membangun)
Menjadi “Yang Pertama” berarti berjalan di depan, membuka jalan, dan siap mendengar kata “Oh, ternyata hal ini gampang, semua orang juga dapat melakukannya” (Saya jadi teringat dengan Telur Columbus). Percayalah, orang sebenarnnya tidak pernah tahu gampang atau sukar sebelum Anda melakukannya pertama kali.

Hal sederhana keempat adalah bahwa cerita sederhana ini dapat menggelitik banyak orang, untuk menceritakan kembali kesan-kesan positif yang didapat, setidaknya saya tergerak untuk bercerita sedikit tentang kota Medan, tentang si bocah penjual telur ayam kampung, tentang sebuah Film yang berjudul “Golden Egg”

Ini Medan Bung!
Ternyata masih banyak mengandung “Insan-insan lembut” yang berkarakter.

Garis Kehidupan

Seberapa kita yakin bahwa arah hidup kita telah ditentukan sejak pertama kita menjejakkan kaki kita di dunia ini, tercatat secara resmi melalui goresan garis-garis di telapak tangan kita?
Anda mungkin termasuk orang yang tidak mempercayainya, atau mungkin juga Anda termasuk orang yang mempercayainya. Tapi dalam hal ini mari kita ke sampingkan perbedaan pendapat tersebut, apapun pilihan kepercayaan Anda, mari kita setuju kalau memang garis-garis kehidupan kita telah ditentukan sejak awal.

Seperti sebuah pedati yang dikemudikan oleh seorang sais, secara garis besar rute pedati tersebut telah ditentukan dari awal, tapi bukan berarti pedati tersebut PASTI akan melewati rute tersebut dan sampai pada tempat yang sedang ditujunya.
Pedati tersebut dapat dihentikan, dibelokkan ke arah lain, atau sama sekali tanpa arah yang jelas.
Semua ini tergantung kepada Sang Pengemudi, arah pedati itu akan bergerak sesuai dengan cara dan keinginan sang pengemudi.
Jika pedati itu adalah kehidupan kita, maka sang pengemudi itu adalah kita sendiri.

Mungkin juga kita seperti tukang kayu ini.
Seorang tukang kayu yang telah kelelahan berkarya ingin segera menjalani kehidupan pensiunnya, sejak awal dia adalah tukang kayu yang berbakat, tukang kayu yang berdedikasi tinggi atas pekerjaannya, tukang kayu yang bertanggung jawab penuh.
Ketika ia menyampaikan keinginannya kepada BOSS, ia malah diberi tugas terakhir sebelum pensiun, sang BOSS ingin ia membuat sebuah rumah megah untuknya.
Tukang kayu yang berbakat itu tiba-tiba berubah, ia menjadi tukang kayu yang sembrono, tukang kayu yang asal-asalan. Dengan terpaksa ia menyelesaikan tugas terakhirnya, ia merasa perusahaan sungguh tidak berpihak padanya, ia sungguh kecewa. Dan kekecewaannya ia lampiaskan pada pekerjaanya. Sebuah “Rumah Mewah” yang jauh dari arti “Mewah ” akhirnya selesai tepat waktu.
Hari pensiun telah tiba, sang tukang kayu akhirnya mendapat sebuah amplop yang berisi sejumlah uang pensiun dan sebuah “KUNCI” rumah. Kunci dari “Rumah Mewah” yang baru selesai dibangunnya. “Hadiah special ini dipersembahkan perusahaan padamu, karena kerjamu yang luar biasa dan berdedikasi selama bekerja di sini.” Kata Sang BOSS.
Sang Tukang kayu hanya melihat kunci rumah itu dengan “PENYESALAN”.
Kita kadang-kadang lupa bahwa kita adalah pembuat rumah untuk diri kita sendiri.

Kembali ke soal goresan-goresan tangan di tangan kita, anggaplah kita semua setuju bahwa itu adalah catatan RUTE yang akan kita tempuh dalam kehidupan ini, anggaplah bahwa rute yang akan kita tempuh oleh “PAKAR garis tangan” dikatakan kita berada pada jalur yang benar menuju “KEJAYAAN” dan Rute tersebut menjanjikan hal yang luar biasa.

Apa yang terjadi jika Rute yang begitu INDAH dan menjanjikan itu diabaikan, atau sebagai Sang Pengemudi kita tidak menyambutnya dengan antusias dan mengwujudkannya?
Rute tersebut akan terkubur seperti rute harta karun yang tak pernah ditemukan. Perkataan “PAKAR garis tangan” hanya berupa kata-kata yang tiada artinya, hanya mimpi dan omong kosong belaka.


Mengapa?
Karena hidup ini begitu dinamis, segalanya berubah, tidak ada yang kekal atau abadi, yang kekal adalah ketidak-kekalan itu sendiri, ketika kita tidak mempersiapkan “rumah kita sendiri” dengan baik maka semua rencana pada denah-denah yang telah dibuat Sang Arsitek akan berubah sesuai dengan sentuhan tangan Sang Tukang Kayu.

Bagaimana jika Rute yang tergaris dalam tapak kita tidak sesuai harapan kita?
Jawabannya, Ubah saja rutenya.
Kecuali kita sendiri memang menerimanya sebagai takdir yang tak dapat dipungkiri, dengan sukarela kita menjalaninya, kita pasrah.
Maka jangan mengatakan “Tuhan” itu tidak adil, karena walau rute telah ditentukan, kita tidak dipaksa untuk menempuhnya, kita masih diberi pilihan untuk merubahnya.
Banyak di antara kita yang menganggap kita telah dilahirkan sebagai bagian yang terpinggirkan, bagian dari pelengkap penderita. Jika kita telah menghakiminya dan mengetuk palu atas anggapan seperti itu maka sejak ketukan terakhir dijatuhkan, kita telah terseret dalam lubang penderitaan seperti yang “KITA INGINKAN”.
Pada saat itu, jangan menyalahkan siapa-siapa, betapa adilnya alam ini, bahkan pada saat itu kesempatan untuk merubah rute masih tetap terbuka untuk kita, sampai kita sendiri benar-benar tidak menginginkan perubahan itu.

Apapun yang telah digariskan, tercatat oleh alam untuk kita, Kita sendiri yang menentukan ke arah mana kita akan berjalan, dan kemana kita akan berada kelak.
Prinsipnya, “Benih yang baik akan menghasilkan buah yang baik”

Salam Sukses Selalu