Kamis, 28 Agustus 2008

Dengkur Yang Indah

Dengkur adalah sesuatu yang menjengkelkan, terlebih jika yang mendengkur itu bertubuh gemuk dan dalam keadaan lelah berat. Suara dengkuran akan segera menemani malam panjang Anda, membuat Anda terus terjaga, mungkin hingga pagi.
Saat itu, mungkin Anda berharap dapat membungkamnya, setidaknya menutup telinga Anda sendiri dalam-dalam agar suara yang sangat mengganggu itu tidak terdengar lagi.

Tapi dengkur sesungguhnya cukup mengasyikan, setidaknya itulah yang dirasakan oleh mereka yang mendengkur, tidur yang begitu lelap. Dan bagiku, dengkur adalah suatu bencana menjelang tidur, tapi suatu ketika dengkur itu berubah menjadi anugerah, suatu keajaiban, suatu pengharapan, mungkin itu juga yang Anda akan rasakan jika mendengar Dengkur Yang Indah.
Buddha adalah suatu gelar kesempurnaan, suatu ketika dengkurnya pernah kurasakan, sekali saja, tapi sangat menyentuh dan membuatku tertidur lelap dalam rasa syukur yang mendalam.

Malam itu, ketika Mama harus terbaring lemah di rumah sakit Pekan Baru beberapa tahun lalu, serangan kanker otak membuat beliau tanpa daya, dengan sisa kekuatannya beliau masih sempat bercerita tentang masa kecil kami. Di sampingnya, ada Papa yang masih teguh menemani, walau raut wajah tuanya sudah sangat kelelahan. Sudah beberapa hari mereka tak dapat tidur, Mama mengeluh tentang sakit di kepalanya, sementara Papa meringis kesakitan, kata Mama “Papamu kena smack down Mama kemarin malam”
Malam itu, kami bercerita panjang tentang segala hal yang masih dapat dikenang oleh memorinya yang kian rapuh digerogoti kanker jahat itu. Setelah malam panjang yang melelahkan, sayup-sayup saya mendengar dengkuran yang begitu indah, begitu menyejukkan. Bukan satu, tapi dua dengkuran sekaligus, sahut menyahut. Malam itu aku mendengar Dengkur Yang Indah.
Malam itu, aku memilih untuk menjadikan dengkur sebagai nyanyian yang indah, aku memilih untuk menikmatinya, aku memilih untuk mensyukurinya, karena kedua orang tua itu akhirnya dapat tertidur lelap.

Sebenarnya dengkuran tetaplah sebuah dengkuran, yang membuatnya menarik adalah pilihan yang kita lakukan, dan lebih menarik lagi adalah bahwa multiple choice yang ada jumlahnya tak terbatas, ratusan, ribuan bahkan jutaan, tergantung kepada jumlah yang diinginkan pemilihnya. Bahkan sang pemilih dapat ber-inovatif, berkreasi menetapkan pilihan-pilihan baru yang ia ciptakan sendiri.
Sungguh luar biasa, dengkuran sederhana itu mengambil berbagai peran hanya karena keinginan Sang pemilih bukan karena sifat dasar dari dengkuran itu sendiri. Peran sebagai suara yang sangat menjengkelkan atau sebagai satu nyanyian merdu menjelang tidur mutlak menjadi tanggung jawab sang pemilih.

Kadang-kadang kita hanya perlu disadarkan dan diingatkan mengenai hal ini, seperti sebuah kisah Zen ini misalnya.
Diceritakan, Seorang Ibu tua memiliki 2 orang anak, anak pertamanya berjualan jas hujan dan anak keduanya berjualan es krim, sepanjang hari Ibu tua ini selalu menangis.
Pada saat matahari sedang terik-teriknya, ia menangis. Ketika ia ditanya “mengapa?” ia mengatakan bahwa ia khawatir akan nasib anak pertamanya yang berjualan jas hujan, jualannya pasti tidak akan laku dalam cuaca seperti itu.
Pada saat hujan pun ia menangis. Ketika ia ditanya “mengapa?” ia mengatakan bahwa ia khawatir akan nasib anak keduanya yang berjualan es krim, jualannya pasti tidak akan laku dalam cuaca seperti itu.
Suatu saat ibu tua ini bertemu dengan “orang bijak”, ia mendapat bisikan darinya, dan sejak itu ia tersenyum sepanjang waktu.


Apa yang dibisikannya?
Pikirkanlah, bahwa pada musim kemarau anak kedua ibu akan mendapat banyak rezeki, es krimnya akan laku pada saat seperti itu, dan pada musim hujan anak pertama ibu juga akan mendapat rezeki banyak, jas hujannya akan laris manis.

Hidup adalah proses pembelajaran, dan pencerahan dapat kita dapatkan bahkan dari hal-hal yang sederhana seperti sebuah “Dengkur”

Tidak ada komentar: