Rabu, 17 Desember 2008

Pidato Kemenangan McCain

(Pembelajaran ini diambil pada saat pemilihan Umum di Amerika Seikat)

Anda mungkin mengira ada kesalahan pada judul di atas, karena yang akhirnya berhasil menjadi presiden Amerika Serikat yang ke-44 bukanlah McCain, tapi Barack Obama. Tapi saya yakin, setelah Anda mendengar (atau pada kesempatan ini, membaca) pidato McCain pada tanggal 5 Nop 2008, Anda akan sepakat dengan saya.
Umumnya judul pemberitaannya adalah “Pidato Kekalahan McCain”, tapi saya lebih tertarik dengan memakai judul di atas, alasannya mungkin akan Anda dapatkan kemudian.

Potongan Transkrip Pidato McCain
Potongan pertama, ....... A little while ago, I had the honour of calling Senator Barack Obama to congratulate him. (diikuti suara cemooh dari audience, tapi segera diredam dengan manis oleh McCain)
Please. To congratulate him on being elected the next president of the countray that we both love.

Potongan kedua, ...... Senator Obama and I have had and argued our differences, and he has prevailed. No Doubt many of those differences remain. These are difficult time to our country. And I pledge to him tonight to do all in my power to help him lead us through the many challenges we face.
I urge all Americans... I urge all American who supported me to join me in not just congratulating him, but offering our next president our good will and earnest effort to find ways to come together to find the necessary compromise to bridge our differences and help restore our prosperity, defend our security in a dangerous world, and leave our children and grandchildren a stronger, better country than we inherited.
Whatever our differences, we are fellow Americans, And please believe me when I say no association has ever meant more to me than that. It is natural, It’s natural, tonight, to feel some disappointment. But tomorrow, we must move beyond it and work together to get our country moving again.

Potongan ketiga, ....... I don’t know, I don’t know what more we could have done to try to win this election. I’ll leave that to others to determine. Every candidate makes mistakes, and I’m sure I made my share of them. But I won’t spend a moment of the future regretting what might have been.
This Campaign was and will remain the great honour of my life, and my heart is filled with nothing but gratitude for experience and to the American people for giving me a fair hearing before deciding that Senator Obama and my old friend Senator Joe Biden should have the honour of leading us for the next four years.
(diikuti suara cemooh dari audience, dan kembali segera diredam dengan elegan oleh McCain)
Please. Please. I would not, I would not be an American worthy of the name should I regret a fate that has allowed me the extraordinary privilege of serving this country for half a century. .............

Penggalan pidato John McCain di atas adalah bentuk kebesaran hati seorang pemimpin.
Kita dapat bercermin dari penggalan pidato tersebut, orang boleh menyebutnya pidato kekalahan tapi saya lebih setuju dengan menyebutnya pidato kemenangan.

Di mana letak kemenangannya?
Kemenangan terbesarnya adalah bahwa ia telah memenangkan pertempuran melawan EGOnya, melalui pidatonya yang santun ia memberitakan selamat kepada Barack Obama yang merupakan saingannya dalam perebutan kursi kepresidenan tersebut, melalui pidatonya yang menyejukkan ia mengakui keunggulan pesaingnya, dan mengajak pendukungnya untuk bekerjasam dan mendukung presiden yang baru terpilih itu. (Walau disambut dengan sorakan mencemooh dari pendukungannya kepada sang pesaing tapi McCain berhasil meredamnya dengan elegan, ia berhasil menahan gejolak kecewa dari simpatisannya)

Cermin-Cermin Pembelajaran melalui potongan Transkrip Pidato McCain
Cermin Pertama dari potongan pertama, Di awal pidatonya kandidat presiden dari partai Republik ini segera mengucapkan SELAMAT atas terpilihnya Barack Obama.
Tak gampang bagi seseorang untuk tampil ke depan mengucapkan selamat bagi pesaingnya yang berhasil mengalahkannya, ini adalah ciri pemimpin sejati, untuk tampil ke depan dan mengatakan hal tersebut di depan pendukung fanatiknya, dan ia berhasil melakukannya dengan baik.
Walau kadang itu cukup menyakitkan (terdengar dari suara ketidakpuasan dari pendukungnya)
Lalu bagaimana dengan kita?
Sepertinya kita belum cukup dewasa dalam hal ini, diakui atau tidak tapi fenomena menunjukkan arahnya masih seperti itu.
Banyak pemimpin kita yang yang ketika kalah bersaing malah tidak pernah berani untuk bertatap muka dengan sang pemenang (ini adalah tantangan bagi sang Pemimpin dalam menerima kekalahan itu dengan lapang dada), banyak juga yang malah siap mengugat, tidak puas dan protes dengan hasil yang ada, dan mencari jalan untuk mengagalkan keputusan tersebut (sering kali malah diselangi dengan aksi anarkis dan tindak tidak terpuji lainnya) padahal di awal pertarungan mereka sama-sama berjanji untuk siap menang dan siap kalah. Nyatanya banyak di antara kita yang tidak siap untuk kalah (Ini menandakan bahwa kita juga belum siap menjadi Pemimpin Besar, Pemimpin yang Sejati)

Cermin kedua dari potongan kedua, Sadar bahwa perbedaan itu adalah hal yang lumrah dalam hidup ini, ketika Barack Obama berhasil terpilih menjadi presiden, McCain bukan saja memberikan selamat tapi sekaligus mengajak seluruh simpatisannya untuk ikut mendukung sekuat tenaga dengan itikad baik untuk kemajuan negaranya.
Seorang pemimpin tahu bahwa itulah resiko persaingan, kadang kita harus menghadapi kekalahan, kita tahu bahwa hal itu mengecewakan, tapi itu adalah alami. Seorang pemimpin harus mengesampingkan kekecewaan pribadi atau golongannya demi kepentingan yang jauh lebih besar, kepentingan satu perusahaan atau Negara.
Seorang pemimpin sejati ia harus ikut bersumbangsih dalam kepemimpinan YANG TERPILIH, serta menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada, karena pada dasarnya charisma Leader atau pemimpin sejati bukan terletak pada jabatan yang diembannya saja, tapi terutama pada sikap dan tindakannya sebagai seorang LEADER.

Cermin ketiga dari potongan ketiga, McCain sebagai seorang Leader yang kalah bersaing ternyata mampu mengakui kesalahan yang dibuat (karena pada dasarnya seorang leader sekalipun tidak terlepas dari kesalahan), tapi hal itu tidak disesali terlalu dalam, seorang pemimpin sejati seharusnya berbangga dapat bersaing di tingkat yang tertinggi (walau kalah), karena dipercaya oleh banyak pribadi-pribadi, dan menjadikannya sebagai pengalaman yang berharga dalam kehidupannya.

Ketiga cermin ini, seharusnya menjadi bekal bagi kita untuk melangkah ketika suatu saat, suatu tempat kita lebih kurang mendapat kepercayaan dibandingkan dengan saingan kita.
Saat itu kita diuji untuk terlahir sebagai pemimpin sejati.
Pada saat kita harus duduk sebagai Pemain Pembantu, bukan sebagai Pemain Utama, sebagai seorang leader kita seharusnya menggunakan moment tersebut untuk kembali melakukan pembelajaran, mengoreksi kekurangan yang ada dalam diri kita, membangun pribadi seorang leader yang mampu memberikan contoh teladan bagi semua.

Akhir kata, ketika kita mampu tampil sebagai seorang McCain dalam pidato singkatnya, kita telah membangun benih-benih menjadi Pemimpin yang Sejati, dan sangatnya wajar jika saya sebut pidato itu adalah PIDATO KEMENANGAN McCain, karena ia telah memenangkan pertempuran melawan keegoaannya sendiri.
Kita akan segera bertemu dengan PENCERAHAN dalam hidup ini, Inilah PENAKLUK dan PEMIMPIN SEJATI (yang ketika harus menghadapi keadaan yang tidak diinginkannya dengan lapangan dada dan menyadari KEWAJARAN dalam hidup ini)


Salam Sukses Selalu
Seng Guan CPLHI
Regional Manager PT.Arthamas Konsulindo
PSDM Siddhi Medan
Sekretaris MBI Medan

Tidak ada komentar: